BERIMAN KEPADA QODO DAN QODAR ALLOH SWT / BERIMAN KEPADA TAKDIR / BERIMAN KEPADA RUKUN IMAN KE 6


Membuka Relung Kalbu
Tingkatan seorang hamba dalam menghadapi ujian dari Allah Swt. yang tidak disukainya terbagi atas dua, yaitu ri«a dan sabar. Ri«a adalah keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah kewajiban dan keharusan atas seorang mukmin. Orang yang ri«a terkadang dapat memperhatikan hikmah dari sebuah ujian dan segi positifnya bagi dirinya, serta tidak berburuk sangka kepada Allah Swt. Adakalanya ia memperhatikan besarnya ujian dan mendapatkan alangkah sempurnanya Allah Swt., kemudian ia larut dalam kesadarannya sehingga lupa dengan rasa sakit dan derita yang dialaminya. Hal ini hanya akan dicapai oleh orangorang  khusus dari kalangan ahli ma’rifat dan mahabbah. Bahkan terkadang mereka justru menikmati cobaan itu, karena menyadari bahwa cobaan itu datang dari kekasih mereka, Allah Swt. Dalam kitab az-Zuhd, VII/77 Imam at-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Anas r.a. menceriterakan dari Nabi saw. beliau bersabda: “Sesungguhnya bila Allah Swt. mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka, maka siapa yang ri«a, dia akan mendapatkan keri«aan, dan siapa yang marah, dia akan mendapatkan murka” Ibnu Mas’ud r.a. berkata, ”Sesungguhnya Allah Swt. dengan keadilan dan ilmu-Nya menggantungkan kenyamanan dan kegembiraan pada keyakinan dan ri«a, dan menghubungkan kesusahan dan kesedihan, dengan keraguan dan ketidaksenangan”. Allah Swt. berfirman: ”Dan siapa yang beriman kepada Allah Swt., niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (Q.S.at-Tagabun/64:11)

Mengkritisi Sekitar Kita
Cermati kisah berikut ini! Kemudian, beri tanggapan berkaitan dengan keadaan saat ini!
Kapal di Padang Pasir Sahara Masih ingatkah kisah Nabi Musa a.s. yang memegang teguh kepercayaannya kepada Allah Swt. sewaktu dirinya dihadapkan oleh hamparan laut dengan gelombangnya yang dahsyat, sementara Fir’aun dan bala tentaranya mengejarnya, hendak membunuhnya dan pengikutnya? Namun, Musa a.s. berkata: “Tidak akan! Sungguh Allah Swt. besertaku. Allah Swt. pasti memberi petunjuk kepadaku”. Mahasuci Allah! Dengan mantap Nabi Musa a.s. beserta pengikutnya berjalan di tengah lautan dan diselamatkan oleh Allah Swt. Demikian pula kisah Nabi Nuh a.s. Allah Swt. memberi kabar bahwa tidak ada lagi kaumnya yang beriman, kecuali mereka yang memang telah beriman. Suatu ketika Nabi Nuh a.s. diperintahkan untuk membuat perahu. Di tengah gurun pasir yang tandus. Nabi Nuh a.s  embuatnya bertahun-tahun. Mulai dari menanam pohon, hingga menebangnya. Ia membuat perahu besar di tanah yang kering kerontang. Allah Swt. menyuruhnya membuat perahu? Hal itu untuk membuktikan keimanannya yang kuat kepada Allah Swt. Seandainya kalian berada di posisi Nabi Nuh a.s. mungkinkah keyakinan kalian terhadap Allah Swt. akan tetap tegar? Bayangkan! Kapal di tengah gurun yang tandus! Jika kisah Nabi Nuh a.s. ini dianalogikan dengan keadaan sekarang, maka kalianlah yang menjadi bahteranya. Jangan pernah berpikir bahwa semua ini tidak lebih dari sekedar impian kosong. Gurun pasir pada saat Nabi Nuh a.s tak ada bedanya dengan kondisi saat ini. Karena yakin, akhirnya mereka membuat kapal dan  menaikinya bersama umat yang meyakininya. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S.ar-Ra’ad/13:11) (disadur dari karya Amru Khalid dalam Revolusi Diri)

Memperkaya Khazanah
A. Tadarus al-Qurān 5-10 Menit sesuai Tema
Kegiatan tadarus al-Qurān bertujuan menumbuhkan keinginan peserta didik untuk mentadabburi dan mengetahui manfaatnya, yaitu paham makna al-Qurān dan mengetahui rahasia keagungan-Nya. Dengan mengetahui manfaatnya, pesertadidik diharapkan dapat melaksanakan dan mengikutinya karena al-Qurān sudahmembekas dalam jiwa (Q.S. Taha/20:112-113, Q.S. al-Baqarah/2:38), sehinggapeserta didik akan memperoleh ketenteraman dan kebahagiaan (Q.S.Taha/20:2-3) Karena itu, sebelum kalian memulai pembelajaran, lakukan tadarus al-Qurān secara tartil selama 5-10 menit di kelompok kalian masing-masing yang dipimpin oleh ketua kelompok. Ayat-ayat yang dibaca akan ditentukan oleh Bapak/Ibu guru kalian.

B. Menganalisis dan Mengevaluasi Makna Iman kepada Qa«±' dan Qadar
1. Pengertian Qa«±' dan Qadar
Para ulama berbeda pandangan dalam memberikan arti kata Qa«±' danQadar. Sebagian ulama mengartikan sama. Namun, sebagian ulama yang lain memberikan arti yang berbeda. Pandangan yang membedakan antara Qa«±' dan Qadar, mendefiniskan Qadar dengan “ilmu Allah Swt. tentang apa yang akan terjadi pada makhluk di masa mendatang. ” Qa«±' adalah “ segala sesuatu yang Allah Swt. wujudkan (adakan atau berlakukan) sesuai dengan ilmu dan kehendaknya.” Sebagian ulama yang lain justru menerapkan definisi di atas secara terbalik, yakni definisi Qa«±' dan Qadar ditukar.
Pendapat yang menyamakan Qa«±' dan Qadar memberikan definisi ”bahwa aturan baku yang diberlakukan oleh Allah Swt. terhadap alam ini, undangundang yang bersifat umum, dan hukum-hukum yang mengikat sebab dan akibat”. Pengertian itu diilhami oleh beberapa ayat al-Qur±n, seperti firman Allah Swt.: Artinya: “Allah Swt. mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya”. (Q.S. ar-Ra’«/13:8) Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Qa«±' menurut bahasa berarti “menentukan atau memutuskan”, sedangkan menurut istilah artinya “segala ketentuan Allah Swt. sejak zaman azali”. Adapun pengertian Qadar menurut bahasa adalah “memberi kadar, aturan, atau ketentuan”. Menurut istilah berarti ”ketetapan Allah Swt. terhadap seluruh makhluk-Nya tentang segala sesuatu”. Firman Allah Swt.: Artinya: “Yang kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya”. (Q.S. al-Furq±n/25:2).
Iman kepada Qa«±' dan Qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt. telah menentukan segala sesuatu bagi makhluk-Nya. Menurut Yasin, iman kepada Qa«±' dan Qadar adalah “mengimani adanya ilmu Allah Swt. yang qadīm dan mengimani adanya kehendak Allah Swt. yang berlaku serta kekuasaan-Nya yang menyeluruh”.
Setiap muslim wajib mengimani Qa«±' dan Qadar Allah Swt., yang baik ataupun yang buruk. Firman Allah Swt.: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Swt. mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (LauhMahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah Swt.” (Q.S.al-Hajj/22:70). “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah Swt”. (Q.S. al-Hadīd/57:22).
Iman kepada Qa«±' dan Qadar meliputi empat prinsip, sebagai berikut.
a. Iman kepa da ilmu Allah Swt. yang Qadīm (tidak berpermulaan), dan Dia mengetahui perbuatan manusia sebelum mereka melakukannya.
b. Iman bahwa semua Qadar Allah Swt. telah tertulis di Lauh Mahfuzh.
c. Iman kepada adanya kehendak Allah Swt. yang berlaku dan kekuasaan-Nya yang bersifat menyeluruh.
d. Iman bahwa Allah Swt. adalah Zat yang mewujudkan makhluk. Allah Swt. adalah Sang Pencipta dan yang lain adalah makhluk.
Qa«±' dan Qadar biasa disebut dengan satu kata, “takdir”. Bagi manusia dan makhluk lain, ada pandangan takdir baik dan buruk, tetapi dalam pandangan Allah Swt., semua takdir itu baik, karena keburukan tidak dinisbatkan kepada Allah Swt. Ilmu Allah Swt., kehendak-Nya, catatan-Nya, dan penciptaan- Nya semua itu adalah kebijaksanaan, keadilan, kasih sayang, dan kebaikan. Keburukan bukanlah sifat Allah Swt. dan bukan pula pekerjaan-Nya. Perhatikan firman Allah Swt. berikut. “Sesungguhnya Allah Swt. tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun,akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim kepada dirinya sendiri” (Q.S.Yμnus/10:44).

2. Dalil-Dalil tentang Qa«±' dan Qadar
a. Dalil al-Qur'±n
1) “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (takdir).” (Q.S. al-Qamar/54:49)
2) “Tidak ada suatu bencana apapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diri kalian melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.  sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah Swt.” (Q.S. al-Hadīd/57:22)
3) “Dan tiap-tiap manusia telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya.” (Q.S. al-Isr±’/17:13)
4) “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah Swt.” (Q.S. at-Tag±bun/64:11)

b. Dalil As-Sunah (Hadis Rasulullah)
1) “Sesungguhnya penciptaan salah seorang dari kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah (sperma), kemudian berubah menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi mudghah (sepotong daging) selama empat puluh hari, kemudian malaikat dikirim kepadanya kemudian malaikat meniupkan ruh padanya, dan malaikat tersebut diperintahkan empat hal yaitu menuliskan rizkinya, menuliskan ajalnya, menuliskan amal perbuatannya, dan menuliskan apakah ia celaka, atau bahagia. Demi Dzat yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, sesungguhnya salah seorang dari
kalian pasti mengerjakan amal perbuatan penghuni surga, hingga ketika jaraknya dengan surga cuma satu lengan, tiba-tiba ketetapan berlaku padanya kemudian ia mengerjakan amal perbuatan
penghuni neraka, dan ia pun masuk neraka. Sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti mengerjakan amal perbuatan penghuni neraka, hingga ketika jaraknya dengan neraka cuma satu lengan, tiba-tiba ketetapan berlaku padanya kemudian ia mengerjakan amal perbuatan penghuni surga, dan ia masuk surga.” (H.R. Muslim)
2) Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda yang artinya sebagai berikut. ”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah Swt. mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.” (H.R.al-Bukhari dan Muslim)
Dari hadis di atas dapat diketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Qa«±' dan Qadarnya oleh Allah Swt. sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan
sendirinya                           

3. Kewajiban Beriman kepada Qa«±' dan Qadar
Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah saw. didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih, dan rambutnya sangat hitam. Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman dan I¥s±n. Tentang keimanan, Rasulullah saw. menjawab yang artinya: “Hendaklah engkau beriman kepada Allah Swt. malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul Nya, hari akhir, dan berimanpula kepada Qadar (takdir) yang baik ataupun yang buruk”. (H.R. Muslim).
Lelaki itu adalah Malaikat Jibril yang sengaja datang untuk memberikan pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad saw. Jawaban Rasulullah saw. yang dibenarkan oleh Malaikat Jibril itu berisi rukun iman. Salah satudari rukun iman itu adalah iman kepada Qa«±' dan Qadar. Dengan demikian, mempercayai Qa«±' dan Qadar merupakan kewajiban. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, baikyang menyenangkan maupun yang tidak adalah atas kehendak atau takdir Allah Swt. Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah Swt. atas diri kita. Di dalam sebuah hadis qudsi Allah Swt. berfirman yang artinya: ”Siapa yang tidak ri«± dengan Qa«±'-Ku dan Qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku”. (H.R. at-Tabrani).
Takdir Allah Swt. merupakan iradah (kehendak) Allah Swt. Oleh sebab itu, takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir sesuai dengan keinginan kita, hendaklah kita bersyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan Allah Swt. kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin bahwa dibalik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Swt. Maha Mengetahui atas apa yang diperbuat-nya.

4. Macam-Macam Takdir
a. Takdir Mua’llaq
Takdir Mua’llaq adalah takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Misalnya, seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu, ia belajar dengan tekun. Akhirnya, apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, merekamenjaganya atas perintah Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah Swt. menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S ar-Ra’d/13:11).
b. Takdir Mubram
Takdir Mubram adalah takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh manusia. Misalnya, ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit, atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapak kulit putih, dan sebagainya.

C. Kaitan Antara Beriman kepada Qa«±' dan Qadar Allah Swt. dengan Sikap Optimis, berikhtiar, dan Bertawakal
Qa«±' dan Qadar atau takdir berjalan menurut hukum “sunnatullah”. Artinya keberhasilan hidup seseorang sangat tergantung sejalan atau tidak dengan sunnatullah. Sunnatullah adalah hukum-hukum Allah Swt. yang disampaikan untuk umat manusia melalui para Rasul, yang tercantum di dalam al-Qur±n berjalan tetap dan otomatis. Misalnya malas belajar berakibat bodoh, tidak mau bekerja akan miskin, menyentuh api merasakan panas, menanam benih akan tumbuh, dan lain-lain.
Kenyataan menunjukkan bahwa siapa pun orangnya tidak mampu mengetahui takdirnya. Jangankan peristiwa masa depan, hari esok terjadi apa, tidak ada yang mampu mengetahuinya. Siapa pun yang berusaha dengan sungguh-sungguh sesuai hukum-hukum Allah Swt. disertai dengan do’a, ikhlas, dan tawakal kepada Allah Swt., dipastikan akan memperoleh keberhasilan dan mendapatkan cita-cita sesuai tujuan yang ditetapkan.
Berkaitan dengan makna beriman kepada Qa«±' dan Qadar dapat diketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah Swt. sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya. Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah Umar. ”Mengapa Engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah Swt. sudah menakdirkan saya menjadi pencuri”. Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!” para sahabat lain bertanya, ”Mengapa hukumannya diberatkan seperti itu?” Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah Swt.”. Beriman kepada takdir selalu terkait dengan empat (4) hal yang selalu berhubungan dan tidak terpisahkan. Keempat hal itu adalah sikap optimis terhadap takdir terbaik Allah Swt., berikhtiar, berdo’a, dan tawakal.
1. Sikap Optimis akan Takdir Terbaik Allah Swt.
Mengapa manusia tidak mampu terbang laksana burung, tumbuh-tumbuhan berkembang subur, lalu layu, dan kering. Rumput-rumput subur bila selalu disiram dan sebaliknya bila dibiarkan tanpa pemeliharaan akan mati. Semua contoh tersebut adalah ketentuan Allah Swt. dan itulah yang disebut Takdir. Manusia mempunyai kemampuan terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan Allah Swt. kepadanya. Di samping itu, manusia berada di bawah hukum-hukum tersebut (Qauliyah dan Kauniyah). Hanya berbeda dengan makhluk selain manusia, misalnya matahari, bulan, dan planet lainnya, seluruhnya ditetapkan takdirnya tanpa dapat ditawar-tawar. (Q.S. Fu££il±t/41:11) Manusia makhluk yang paling sempurna. Oleh karena itu, ia diberi kemampuan memilih bahkan pilihannya cukup banyak. Manusia dapat memilih ketentuan (takdir) Allah Swt. yang ditetapkan keberhasilan atau kemalangan, kebahagiaan atau kesengsaraan, menjadi orang yang baik atau tidak. (Q.S. al-Kahfi/18:29). Namun, harus diingat bahwa setiap pilihan yang diambil manusia, pada saatnya akan diminta pertanggungjawaban terhadap pilihannya, karena dilakukan atas kesadaran sendiri. Firman Allah Swt.: “Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang mensucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya” (Q.S. asy-Syams/91:8-10). "Apakah manusia mengira dibiarkan tanpa pertanggungjawaban?” (Q.S. Al- Qiyamah/75:36). Beberapa perumpamaan peristiwa ini akan dapat memudahkan dalam memahami persoalan takdir.Dikisahkan ketika Umar bin Khattab akan berkunjung ke negeri Syam (Syiria dan Palestina sekarang) beliau mendengar berita bahwa di sana sedang terjadi wabah penyakit, sehingga beliau membatalkan rencananya tersebut. Kemudian seseorang tampil bertanya: “(Apakah Anda lari/menghindar dari takdir Allah?)” Umar serta merta menjawab: “(Saya lari/menghindari dari takdir Allah Swt. kepada takdir-Nya yang lain)”
Kisah lain menceritakan bahwa pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah Umar.”Mengapa Engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”memang Allah sudah menakdirkan saya menjadi pencuri”. Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelahitu potonglah tangannya!” para sahabat lain bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu? ”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Iawajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah”. Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan kesalahan dalam memahami takdir, padahal dengan tegas Allah Swt. melarangnya. Akhlak yang diajarkan Islam adalah setiap keburukan yang menimpa merupakan kesalahan kita sebagai manusia, sementara segala kebaikan dan keberhasilan merupakan anugerah Allah Swt.
2. Ikhtiar
Ikhtiar adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati dalam menggapai cita-cita dan tujuan. Allah Swt. menentukan takdir, kita sebagaimanusia berkewajiban melakukan ikhtiar. Jika Allah Swt. telah menentuka,mengapa ada ikhtiar? Perhatikan Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Anbiyaa’/21:90 yang artinya: ”Sungguh mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan baik”. Kemudian, dalam Q.S. al-Mukminuun/23:60, Allah Swt. Berfirman: ”Mereka itu bersegera untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya”. Dari beberapa ayat di atas, Allah Swt. mendorong manusia untuk berusaha, berlomba, dan berkompetisi menjadi orang yang tercepat. Siapa pun yang berusaha dengan sungguh-sungguh, berarti dia sedang menuju keberhasilan.
Pepatah Arab mengatakan “Man jadda wajada”, Artinya:“Siapa pun orangnya yang bersungguh-sungguh akan memperoleh keberhasilan”. Rasulullah saw. bersabda: ”Bersegeralah melakukan aktivitas kebajikan sebelum dihadapkan pada tujuh penghalang. Akankah kalian menunggu kekafiran yang menyisihkan, kekayaan yang melupakan, penyakit yang menggerogoti, penuaan yang melemahkan, kematian yang pasti, ataukah Dajjal, kejahatan terburuk yang pasti datang, atau bahkan kiamat yang sangat amat dahsyat?”(HR. at- Tirmid©i). Jika sudah diikhtiarkan namun kegagalan yang diperoleh, maka dalam hubungan inilah letak “rahasia Ilahi.” Meskipun begitu, Allah Swt. tidak menyia-nyiakan semua amal yang sudah dilakukan, walaupun gagal. Firman Allah Swt.: “ Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna”. (Q.S. an-Najm/53:39-41).
3. Doa
Doa adalah ikhtiar batin yang besar pengaruhnya bagi manusia yang meyakininya. Hal ini karena doa merupakan bagian dari motivasi intrinsik. Bagi yang meyakini, doa akan memberikan energi dalam menjalani ikhtiarnya, karena Allah Swt. telah berjanji untuk mengabulkan permohonan orang yang bersungguh-sungguh memohon. Firman Allah Swt.: “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku, ...” (Q.S. al-Baqarah/2:186).
4. Tawakal
Setelah meyakini dan mengimani takdir, kemudian dibarengi dengan ikhtiar dan do’a, maka tibalah manusia mengambil sikap tawakal. Tawakal adalah “menyerahkan segala urusan dan hasil ikhtiarnya hanya kepada Allah Swt.” Dasar pengertian tawakal diambil diantaranya dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja’far bin Amr bin Umayah dari ayahnya Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakal ?’ Nabi  hallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ikatlah kemudian bertawakallah.”Peristiwa ini menyimpulkan pemahaman bahwa sikap tawakal baru boleh dilakukan setelah usaha yang sungguh-sungguh sudah dijalankan. Hal ini juga memberikan pemahaman bahwa tawakal itu terkait erat dengan ikhtiar, atau dapat disimpulkan bahwa tidak ada tawakal tanpa ikhtiar. Firman Allah Swt.: ”Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah Swt.. Sesungguhnya Allah Swt. menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”(Q.S.Ali-Imran/3:159).

D. Hikmah Beriman kepada Qa«±' dan Qadar
1. Semakin meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini tidak lepas dari sunnatullah.
2. Semakin termotivasi untuk senantiasa berikhtiar atau berusaha lebih giat lagi dalam mengejar
cita-citanya.
3. Meningkatkan keyakinan akan pentingnya peran doa bagi keberhasilan sebuah usaha.
4. Meningkatkan optimisme dalam menatap masa depan dengan ikhitar yang sungguh-sungguh;
5. Meningkatkan kekebalan jiwa dalam menghadapi segala rintangan dalam usaha sehingga
tidak berputus asa ketika mengalamikegagalan.
6. Menyadarkan manusia bahwa dalam kehidupan ini dibatasi oleh peraturan-peraturan AllahSwt., yang tujuannya untuk kebaikan manusia itu sendiri. Bersikap optimis, Ikhtiar dan Tawakkal sebagai implementasi beriman kepada Qada’ dan Qadar Allah Swt.
Perencanaan yang matang sangat dipengaruhi oleh sejauhmana ketersediaan informasi dalam memprediksi ke depan, sedangkan masa depan tanpa perencanaan dan rida Allah Swt. adalah sesuatu yang mustahil untuk sukses. Untuk itu, kita perlu mengkaji bagaimana kita harus mengatur diri kita agar mendapatkan sukses tersebut.
Beriman kepada Qadā dan Qadar menuntun seseorang untuk berfikir strategis yang dimulai dengan tujuan akhir, yakni kita inginkan akhir dari seluruh ikhtiar dan aktivitas kita merupakan takdir terbaik dari Allah Swt. Perilaku seseorang yang mencerminkan kesadaran beriman kepada Qa«±' dan Qadar Allah Swt. dicerminkan dalam beberapa perilaku seseorang di antaranya sebagai berikut.
1. Selalu menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa Orang yang beriman kepada Qa«±' dan Qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena rahmat Allah Swt. Apabila ia mengalami kegagalan, ia tidak mudah berkeluh kesah dan berputus asa, karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah Swt. Ia menyadari bahwa di balik kegagalan ada hikmah.
2. Banyak bersyukur dan bersabar. Orang yang beriman kepada Qa«±' dan Qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah Swt. yang harus disyukuri. Sebaliknya, apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian. Perhatikan lagi Firman Allah Swt. Q.S.at-Taubat/9:51!
3. Bersikap optimis dan giat bekerja Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak
datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada Qa«±' dan Qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu. Perhatikan kembali Firman Allah Q.S.²li-Imr±n/3:159!
4. Selalu tenang jiwanya Orang yang beriman kepada Qa«±' dan Qadar senantiasa tenang hidupnya, sebab ia selalu senang atas apa yang ditentukan Allah Swt. kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur
5. Bersikap optimis dan giat bekerja Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak
datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada Qa«±' dan Qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu. Perhatikan kembali Firman Allah Q.S.²li-Imr±n/3:159!
6. Selalu tenang jiwanya Orang yang beriman kepada Qa«±' dan Qadar senantiasa tenang hidupnya, sebab ia selalu senang atas apa yang ditentukan Allah Swt. kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur
7. Dengan beriman kepada Qa«±' dan Qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI PT DAHANA BERLIAN MOTOR TASIKMALAYA MENGENAI SISTEM REM