BERIMAN KEPADA QODO DAN QODAR ALLOH SWT / BERIMAN KEPADA TAKDIR / BERIMAN KEPADA RUKUN IMAN KE 6
Membuka Relung
Kalbu
Tingkatan seorang hamba dalam menghadapi ujian
dari Allah Swt. yang tidak disukainya terbagi atas
dua, yaitu ri«a dan sabar. Ri«a adalah keutamaan yang dianjurkan, sedangkan
sabar adalah kewajiban dan keharusan atas seorang mukmin. Orang yang ri«a
terkadang dapat memperhatikan hikmah dari sebuah ujian dan
segi positifnya bagi dirinya, serta tidak berburuk
sangka kepada Allah Swt. Adakalanya ia memperhatikan besarnya ujian dan mendapatkan
alangkah sempurnanya Allah Swt., kemudian ia larut dalam kesadarannya sehingga
lupa dengan rasa sakit dan derita yang dialaminya. Hal ini hanya akan dicapai oleh orangorang khusus dari kalangan ahli ma’rifat dan mahabbah.
Bahkan terkadang mereka justru menikmati cobaan itu, karena menyadari bahwa
cobaan itu datang dari kekasih mereka, Allah Swt. Dalam kitab az-Zuhd, VII/77
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Anas r.a.
menceriterakan dari Nabi saw. beliau bersabda: “Sesungguhnya
bila Allah Swt. mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka, maka siapa yang
ri«a, dia akan mendapatkan keri«aan, dan siapa yang
marah, dia akan mendapatkan murka” Ibnu Mas’ud r.a. berkata, ”Sesungguhnya Allah Swt. dengan keadilan
dan ilmu-Nya menggantungkan kenyamanan dan kegembiraan pada keyakinan dan ri«a,
dan menghubungkan
kesusahan dan kesedihan, dengan keraguan dan ketidaksenangan”. Allah
Swt. berfirman: ”Dan siapa yang beriman kepada Allah Swt., niscaya Dia akan memberi
petunjuk kepada hatinya.” (Q.S.at-Tagabun/64:11)
Mengkritisi
Sekitar Kita
Cermati kisah berikut ini! Kemudian, beri tanggapan berkaitan
dengan keadaan saat ini!
Kapal di Padang Pasir Sahara Masih ingatkah
kisah Nabi Musa a.s. yang memegang teguh kepercayaannya kepada Allah Swt.
sewaktu dirinya dihadapkan oleh hamparan laut dengan gelombangnya yang dahsyat,
sementara Fir’aun dan bala tentaranya mengejarnya, hendak membunuhnya dan
pengikutnya? Namun, Musa a.s. berkata: “Tidak
akan! Sungguh
Allah Swt. besertaku. Allah Swt. pasti memberi petunjuk kepadaku”. Mahasuci
Allah! Dengan mantap Nabi Musa a.s. beserta pengikutnya berjalan di tengah
lautan dan diselamatkan oleh Allah Swt. Demikian pula
kisah Nabi Nuh a.s. Allah Swt. memberi kabar bahwa tidak ada lagi kaumnya
yang beriman, kecuali mereka yang memang telah beriman. Suatu ketika Nabi
Nuh a.s. diperintahkan
untuk membuat perahu. Di tengah gurun pasir yang tandus. Nabi
Nuh a.s embuatnya bertahun-tahun. Mulai dari menanam pohon, hingga
menebangnya. Ia membuat perahu besar di tanah yang kering kerontang. Allah
Swt. menyuruhnya membuat perahu? Hal itu untuk membuktikan keimanannya
yang kuat kepada Allah Swt. Seandainya kalian berada di posisi Nabi
Nuh a.s. mungkinkah keyakinan kalian terhadap Allah Swt. akan tetap tegar? Bayangkan! Kapal di tengah
gurun yang tandus! Jika kisah Nabi Nuh a.s. ini dianalogikan dengan keadaan
sekarang, maka kalianlah yang menjadi bahteranya. Jangan pernah berpikir bahwa semua ini tidak lebih dari sekedar
impian kosong. Gurun pasir pada saat Nabi Nuh a.s tak ada bedanya dengan kondisi
saat ini. Karena yakin, akhirnya mereka membuat kapal dan menaikinya bersama umat yang
meyakininya. Allah
Swt. berfirman: “Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S.ar-Ra’ad/13:11) (disadur dari
karya Amru Khalid dalam Revolusi Diri)
Memperkaya
Khazanah
A. Tadarus al-Qurān 5-10 Menit sesuai Tema
Kegiatan tadarus al-Qurān bertujuan menumbuhkan keinginan peserta
didik untuk mentadabburi dan mengetahui manfaatnya, yaitu paham makna al-Qurān
dan mengetahui
rahasia keagungan-Nya. Dengan mengetahui manfaatnya, pesertadidik diharapkan
dapat melaksanakan dan mengikutinya karena al-Qurān sudahmembekas dalam jiwa
(Q.S. Taha/20:112-113, Q.S. al-Baqarah/2:38), sehinggapeserta didik akan
memperoleh ketenteraman dan kebahagiaan (Q.S.Taha/20:2-3) Karena
itu, sebelum kalian memulai pembelajaran, lakukan tadarus al-Qurān secara
tartil selama 5-10 menit di kelompok kalian masing-masing yang dipimpin oleh
ketua kelompok. Ayat-ayat yang dibaca akan ditentukan oleh Bapak/Ibu guru kalian.
B. Menganalisis dan Mengevaluasi Makna Iman kepada Qa«±' dan Qadar
1. Pengertian Qa«±' dan Qadar
Para ulama berbeda pandangan dalam memberikan arti kata Qa«±'
danQadar. Sebagian ulama mengartikan sama. Namun, sebagian ulama yang lain
memberikan arti yang berbeda. Pandangan yang membedakan antara Qa«±' dan Qadar, mendefiniskan Qadar
dengan “ilmu Allah Swt. tentang apa yang
akan terjadi pada makhluk di masa mendatang. ” Qa«±' adalah “ segala sesuatu yang Allah Swt.
wujudkan (adakan
atau berlakukan) sesuai dengan ilmu dan kehendaknya.” Sebagian ulama
yang lain justru menerapkan definisi di atas secara terbalik, yakni definisi
Qa«±' dan Qadar ditukar.
Pendapat yang menyamakan Qa«±' dan Qadar memberikan definisi ”bahwa aturan
baku yang diberlakukan oleh Allah Swt. terhadap alam ini, undangundang yang
bersifat umum, dan hukum-hukum yang mengikat sebab dan akibat”.
Pengertian itu diilhami oleh beberapa ayat al-Qur±n, seperti firman Allah
Swt.: Artinya:
“Allah Swt. mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan
kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu
pada sisi-Nya ada ukurannya”. (Q.S. ar-Ra’«/13:8) Dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa Qa«±' menurut bahasa berarti
“menentukan atau memutuskan”, sedangkan menurut istilah artinya “segala
ketentuan Allah Swt. sejak zaman azali”. Adapun pengertian Qadar menurut
bahasa adalah “memberi kadar, aturan, atau ketentuan”. Menurut istilah
berarti ”ketetapan Allah Swt. terhadap seluruh makhluk-Nya tentang segala
sesuatu”. Firman Allah Swt.: Artinya: “Yang kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia
tidak mempunyai
anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia
telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya”. (Q.S. al-Furq±n/25:2).
Iman kepada Qa«±' dan Qadar artinya percaya dan yakin dengan
sepenuh hati
bahwa Allah Swt. telah menentukan segala sesuatu bagi makhluk-Nya. Menurut Yasin, iman kepada
Qa«±' dan Qadar adalah “mengimani adanya ilmu Allah Swt. yang qadīm dan
mengimani adanya kehendak Allah Swt. yang berlaku serta kekuasaan-Nya yang
menyeluruh”.
Setiap muslim wajib mengimani Qa«±' dan Qadar Allah Swt., yang baik ataupun
yang buruk. Firman Allah Swt.: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah Swt. mengetahui apa
saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab
(LauhMahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah Swt.”
(Q.S.al-Hajj/22:70). “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah Swt”. (Q.S.
al-Hadīd/57:22).
Iman kepada Qa«±' dan Qadar meliputi empat prinsip, sebagai
berikut.
a. Iman kepa da
ilmu Allah Swt. yang Qadīm (tidak berpermulaan), dan Dia mengetahui
perbuatan manusia sebelum mereka melakukannya.
b. Iman bahwa semua Qadar Allah Swt.
telah tertulis di Lauh Mahfuzh.
c. Iman kepada adanya kehendak Allah
Swt. yang berlaku dan kekuasaan-Nya yang bersifat menyeluruh.
d. Iman bahwa Allah Swt. adalah Zat
yang mewujudkan makhluk. Allah Swt. adalah Sang Pencipta dan yang lain adalah makhluk.
Qa«±' dan Qadar
biasa disebut dengan satu kata, “takdir”. Bagi manusia dan makhluk
lain, ada pandangan takdir baik dan buruk, tetapi dalam pandangan Allah
Swt., semua takdir itu baik, karena keburukan tidak dinisbatkan kepada Allah
Swt. Ilmu Allah Swt., kehendak-Nya, catatan-Nya, dan penciptaan- Nya
semua itu adalah kebijaksanaan, keadilan, kasih sayang, dan kebaikan. Keburukan
bukanlah sifat Allah Swt. dan bukan pula pekerjaan-Nya. Perhatikan firman Allah Swt.
berikut. “Sesungguhnya Allah Swt. tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit
pun,akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim kepada dirinya sendiri” (Q.S.Yμnus/10:44).
2. Dalil-Dalil tentang Qa«±' dan Qadar
a. Dalil al-Qur'±n
1) “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (takdir).”
(Q.S. al-Qamar/54:49)
2) “Tidak ada suatu bencana apapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada diri kalian melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi
Allah Swt.” (Q.S. al-Hadīd/57:22)
3) “Dan tiap-tiap manusia telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana
tetapnya kalung) pada lehernya.” (Q.S. al-Isr±’/17:13)
4) “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali
dengan izin
Allah Swt.” (Q.S. at-Tag±bun/64:11)
b. Dalil As-Sunah (Hadis Rasulullah)
1) “Sesungguhnya penciptaan salah seorang dari
kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk
nuthfah (sperma), kemudian berubah menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama
empat puluh hari, kemudian berubah menjadi mudghah (sepotong daging) selama
empat puluh hari, kemudian malaikat dikirim kepadanya kemudian malaikat
meniupkan ruh padanya, dan malaikat tersebut diperintahkan empat hal yaitu
menuliskan rizkinya, menuliskan ajalnya, menuliskan amal perbuatannya, dan
menuliskan apakah ia celaka, atau bahagia. Demi
Dzat yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, sesungguhnya salah seorang dari
kalian pasti mengerjakan amal perbuatan penghuni surga, hingga ketika
jaraknya dengan surga cuma satu lengan, tiba-tiba ketetapan berlaku
padanya kemudian ia mengerjakan amal perbuatan
penghuni neraka, dan ia pun masuk neraka. Sesungguhnya salah seorang
dari kalian pasti mengerjakan amal perbuatan penghuni neraka, hingga
ketika jaraknya dengan neraka cuma satu lengan, tiba-tiba
ketetapan berlaku padanya kemudian ia mengerjakan amal perbuatan
penghuni surga, dan ia masuk surga.” (H.R. Muslim)
2) Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda yang artinya sebagai
berikut. ”Sesungguhnya
seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40
hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40
hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah Swt. mengutus malaikat
untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan,
yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya dan
(jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.” (H.R.al-Bukhari dan Muslim)
Dari hadis di atas dapat diketahui bahwa nasib manusia telah
ditentukan Qa«±' dan Qadarnya oleh Allah Swt. sejak sebelum ia dilahirkan.
Walaupun setiap
manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya
tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap
berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan
sendirinya
3. Kewajiban Beriman kepada Qa«±'
dan Qadar
Diriwayatkan bahwa suatu hari
Rasulullah saw. didatangi oleh seorang laki-laki yang
berpakaian serba putih, dan rambutnya sangat hitam. Lelaki itu
bertanya tentang Islam, Iman dan I¥s±n. Tentang keimanan, Rasulullah saw.
menjawab yang artinya: “Hendaklah engkau beriman kepada Allah Swt. malaikat-malaikat
Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul Nya, hari akhir, dan berimanpula kepada Qadar
(takdir) yang baik ataupun yang buruk”. (H.R. Muslim).
Lelaki itu adalah Malaikat Jibril
yang sengaja datang untuk memberikan pelajaran agama
kepada umat Nabi Muhammad saw. Jawaban Rasulullah saw. yang
dibenarkan oleh Malaikat Jibril itu berisi rukun iman. Salah satudari rukun
iman itu adalah iman kepada Qa«±' dan Qadar. Dengan demikian, mempercayai
Qa«±' dan Qadar merupakan kewajiban. Kita harus yakin dengan
sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, baikyang
menyenangkan maupun yang tidak adalah atas kehendak atau takdir Allah
Swt. Sebagai
orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah Swt. atas
diri kita. Di dalam sebuah hadis qudsi Allah Swt. berfirman yang artinya: ”Siapa
yang tidak ri«± dengan Qa«±'-Ku dan Qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku
yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku”.
(H.R. at-Tabrani).
Takdir Allah Swt. merupakan iradah
(kehendak) Allah Swt. Oleh sebab itu, takdir
tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir sesuai dengan
keinginan kita, hendaklah kita bersyukur karena hal itu merupakan nikmat
yang diberikan Allah Swt. kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak
menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima
dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin bahwa dibalik musibah itu ada
hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Swt. Maha Mengetahui
atas apa yang diperbuat-nya.
4. Macam-Macam Takdir
a. Takdir Mua’llaq
Takdir Mua’llaq adalah takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar
manusia. Misalnya,
seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk
mencapai cita-citanya itu, ia belajar dengan tekun. Akhirnya, apa yang
ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam
hal ini Allah Swt. berfirman: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang
selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, merekamenjaganya
atas perintah Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah Swt. menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S ar-Ra’d/13:11).
b. Takdir Mubram
Takdir Mubram adalah takdir yang terjadi pada diri manusia dan
tidak dapat
diusahakan atau tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh manusia. Misalnya,
ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit, atau dilahirkan dengan
kulit hitam sedangkan ibu dan bapak kulit putih, dan sebagainya.
C. Kaitan Antara Beriman kepada Qa«±' dan Qadar Allah Swt. dengan Sikap
Optimis, berikhtiar, dan Bertawakal
Qa«±' dan Qadar atau takdir berjalan
menurut hukum “sunnatullah”. Artinya keberhasilan
hidup seseorang sangat tergantung sejalan atau tidak dengan sunnatullah.
Sunnatullah adalah hukum-hukum Allah Swt. yang disampaikan untuk
umat manusia melalui para Rasul, yang tercantum di dalam al-Qur±n berjalan
tetap dan otomatis. Misalnya malas belajar berakibat bodoh, tidak mau bekerja
akan miskin, menyentuh api merasakan panas, menanam benih akan tumbuh,
dan lain-lain.
Kenyataan menunjukkan bahwa siapa
pun orangnya tidak mampu mengetahui takdirnya.
Jangankan peristiwa masa depan, hari esok terjadi apa, tidak ada yang mampu
mengetahuinya. Siapa pun yang berusaha dengan sungguh-sungguh sesuai
hukum-hukum Allah Swt. disertai dengan do’a, ikhlas, dan tawakal kepada Allah
Swt., dipastikan akan memperoleh keberhasilan dan mendapatkan cita-cita sesuai
tujuan yang ditetapkan.
Berkaitan dengan makna beriman
kepada Qa«±' dan Qadar dapat diketahui bahwa nasib
manusia telah ditentukan Allah Swt. sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun
setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya
tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban
untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya. Janganlah
sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan
berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang
pencuri tertangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah Umar. ”Mengapa Engkau
mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah Swt. sudah menakdirkan
saya menjadi pencuri”. Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah,
lalu berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!”
para sahabat lain bertanya, ”Mengapa hukumannya diberatkan seperti
itu?” Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya
sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah Swt.”. Beriman
kepada takdir selalu terkait dengan empat (4) hal yang selalu berhubungan dan
tidak terpisahkan. Keempat hal itu adalah sikap optimis terhadap takdir terbaik
Allah Swt., berikhtiar, berdo’a, dan tawakal.
1. Sikap Optimis akan Takdir Terbaik Allah Swt.
Mengapa manusia tidak mampu terbang laksana burung, tumbuh-tumbuhan berkembang
subur, lalu layu, dan kering. Rumput-rumput subur bila selalu disiram
dan sebaliknya bila dibiarkan tanpa pemeliharaan akan mati. Semua contoh
tersebut adalah ketentuan Allah Swt. dan itulah yang disebut Takdir. Manusia
mempunyai kemampuan terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan
Allah Swt. kepadanya. Di samping itu, manusia berada di bawah
hukum-hukum tersebut (Qauliyah dan Kauniyah). Hanya berbeda dengan
makhluk selain manusia, misalnya matahari, bulan, dan planet lainnya,
seluruhnya ditetapkan takdirnya tanpa dapat ditawar-tawar. (Q.S. Fu££il±t/41:11) Manusia
makhluk yang paling sempurna. Oleh karena itu, ia diberi kemampuan
memilih bahkan pilihannya cukup banyak. Manusia dapat memilih
ketentuan (takdir) Allah Swt. yang ditetapkan keberhasilan atau kemalangan,
kebahagiaan atau kesengsaraan, menjadi orang yang baik atau tidak.
(Q.S. al-Kahfi/18:29). Namun, harus diingat bahwa setiap pilihan yang diambil
manusia, pada saatnya akan diminta pertanggungjawaban terhadap pilihannya,
karena dilakukan atas kesadaran sendiri. Firman Allah Swt.: “Maka Dia
mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung
orang yang mensucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya”
(Q.S. asy-Syams/91:8-10). "Apakah manusia mengira dibiarkan tanpa pertanggungjawaban?”
(Q.S. Al- Qiyamah/75:36). Beberapa perumpamaan peristiwa ini akan dapat memudahkan
dalam memahami persoalan takdir.Dikisahkan ketika Umar bin Khattab akan
berkunjung ke negeri Syam (Syiria dan Palestina sekarang) beliau mendengar
berita bahwa di sana sedang terjadi
wabah penyakit, sehingga beliau membatalkan rencananya tersebut. Kemudian
seseorang tampil bertanya: “(Apakah Anda lari/menghindar dari takdir
Allah?)” Umar serta merta menjawab: “(Saya lari/menghindari dari takdir Allah
Swt. kepada takdir-Nya yang lain)”
Kisah lain menceritakan bahwa pada zaman
Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa ke hadapan
Khalifah Umar.”Mengapa Engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”memang Allah sudah
menakdirkan saya menjadi pencuri”. Mendengar jawaban demikian, Khalifah
Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelahitu
potonglah tangannya!” para sahabat lain bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan
seperti itu? ”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Iawajib
dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas
nama Allah”. Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan kesalahan dalam memahami takdir,
padahal dengan tegas Allah Swt. melarangnya. Akhlak yang diajarkan Islam
adalah setiap keburukan yang menimpa merupakan kesalahan kita sebagai
manusia, sementara segala kebaikan dan keberhasilan merupakan anugerah
Allah Swt.
2. Ikhtiar
Ikhtiar adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati
dalam menggapai
cita-cita dan tujuan. Allah Swt. menentukan takdir, kita sebagaimanusia
berkewajiban melakukan ikhtiar. Jika Allah Swt. telah menentuka,mengapa ada
ikhtiar? Perhatikan
Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Anbiyaa’/21:90 yang artinya: ”Sungguh
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan baik”. Kemudian, dalam Q.S. al-Mukminuun/23:60, Allah Swt.
Berfirman: ”Mereka itu bersegera untuk mendapatkan
kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya”. Dari
beberapa ayat di atas, Allah Swt. mendorong manusia untuk berusaha, berlomba,
dan berkompetisi menjadi orang yang tercepat. Siapa pun yang berusaha
dengan sungguh-sungguh, berarti dia sedang menuju keberhasilan.
Pepatah Arab mengatakan “Man jadda wajada”, Artinya:“Siapa pun
orangnya yang
bersungguh-sungguh akan memperoleh keberhasilan”. Rasulullah saw.
bersabda: ”Bersegeralah melakukan aktivitas kebajikan sebelum dihadapkan
pada tujuh penghalang. Akankah kalian menunggu kekafiran yang menyisihkan,
kekayaan yang melupakan, penyakit yang menggerogoti, penuaan yang
melemahkan, kematian yang pasti, ataukah Dajjal, kejahatan terburuk yang
pasti datang, atau bahkan kiamat yang sangat amat dahsyat?”(HR. at- Tirmid©i). Jika
sudah diikhtiarkan namun kegagalan yang diperoleh, maka dalam hubungan
inilah letak “rahasia Ilahi.” Meskipun begitu, Allah Swt. tidak menyia-nyiakan
semua amal yang sudah dilakukan, walaupun gagal. Firman Allah Swt.: “ Dan bahwa manusia
hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu
kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya
dengan balasan yang paling sempurna”. (Q.S.
an-Najm/53:39-41).
3. Doa
Doa adalah ikhtiar batin yang besar pengaruhnya bagi manusia yang meyakininya.
Hal ini karena doa merupakan bagian dari motivasi intrinsik. Bagi yang meyakini, doa akan
memberikan energi dalam menjalani ikhtiarnya, karena Allah Swt. telah berjanji
untuk mengabulkan permohonan orang yang bersungguh-sungguh memohon. Firman Allah Swt.: “Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku, ...” (Q.S. al-Baqarah/2:186).
4. Tawakal
Setelah meyakini dan mengimani takdir, kemudian dibarengi dengan
ikhtiar dan
do’a, maka tibalah manusia mengambil sikap tawakal. Tawakal adalah “menyerahkan
segala urusan dan hasil ikhtiarnya hanya kepada Allah Swt.” Dasar pengertian tawakal
diambil diantaranya dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban
dan Imam Al-Hakim dari Ja’far bin Amr bin Umayah dari ayahnya Radhiyallahu
‘anhu, ia berkata : “Seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, ‘Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakal ?’ Nabi hallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Ikatlah kemudian bertawakallah.”Peristiwa ini menyimpulkan pemahaman bahwa
sikap tawakal baru boleh dilakukan setelah usaha yang sungguh-sungguh sudah
dijalankan. Hal ini juga
memberikan pemahaman bahwa tawakal itu terkait erat dengan ikhtiar, atau
dapat disimpulkan bahwa tidak ada tawakal tanpa ikhtiar. Firman Allah Swt.:
”Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada
Allah Swt.. Sesungguhnya Allah Swt. menyukai orang-orang yang bertawakal
kepada-Nya.”(Q.S.Ali-Imran/3:159).
D. Hikmah Beriman kepada Qa«±' dan Qadar
1. Semakin meyakini bahwa segala sesuatu yang
terjadi di alam ini tidak lepas dari sunnatullah.
2. Semakin termotivasi untuk senantiasa berikhtiar
atau berusaha lebih giat lagi dalam mengejar
cita-citanya.
3. Meningkatkan keyakinan akan pentingnya peran
doa bagi keberhasilan sebuah usaha.
4. Meningkatkan optimisme dalam menatap masa
depan dengan ikhitar yang sungguh-sungguh;
5. Meningkatkan kekebalan jiwa dalam
menghadapi segala rintangan dalam usaha sehingga
tidak berputus asa ketika mengalamikegagalan.
6. Menyadarkan manusia bahwa dalam kehidupan ini
dibatasi oleh peraturan-peraturan AllahSwt., yang tujuannya
untuk kebaikan manusia itu sendiri. Bersikap optimis,
Ikhtiar dan Tawakkal sebagai implementasi beriman kepada Qada’ dan Qadar
Allah Swt.
Perencanaan yang matang sangat dipengaruhi oleh sejauhmana
ketersediaan informasi dalam memprediksi ke depan, sedangkan masa depan tanpa perencanaan
dan rida Allah Swt. adalah sesuatu yang mustahil untuk sukses. Untuk
itu, kita perlu mengkaji bagaimana kita harus mengatur diri kita agar mendapatkan
sukses tersebut.
Beriman kepada Qadā dan Qadar menuntun
seseorang untuk berfikir strategis yang dimulai dengan tujuan akhir, yakni kita
inginkan akhir dari seluruh ikhtiar dan aktivitas kita merupakan takdir terbaik
dari Allah Swt. Perilaku
seseorang yang mencerminkan kesadaran beriman kepada Qa«±' dan Qadar
Allah Swt. dicerminkan dalam beberapa perilaku seseorang di antaranya sebagai
berikut.
1. Selalu menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa Orang
yang beriman kepada Qa«±' dan Qadar, apabila memperoleh keberhasilan,
ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena rahmat
Allah Swt. Apabila ia mengalami kegagalan, ia tidak mudah berkeluh kesah
dan berputus asa, karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah
ketentuan Allah Swt. Ia menyadari bahwa di balik kegagalan ada hikmah.
2. Banyak bersyukur dan bersabar. Orang
yang beriman kepada Qa«±' dan Qadar, apabila mendapat keberuntungan,
maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan
nikmat Allah Swt. yang harus disyukuri. Sebaliknya, apabila terkena
musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian. Perhatikan
lagi Firman Allah Swt. Q.S.at-Taubat/9:51!
3. Bersikap optimis dan giat bekerja Manusia tidak
mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu
menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak
datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang
yang beriman
kepada Qa«±' dan Qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih
kebahagiaan dan keberhasilan itu. Perhatikan kembali Firman Allah Q.S.²li-Imr±n/3:159!
4. Selalu tenang jiwanya Orang yang
beriman kepada Qa«±' dan Qadar senantiasa tenang hidupnya, sebab
ia selalu senang atas apa yang ditentukan Allah Swt. kepadanya. Jika beruntung
atau berhasil, ia bersyukur
5. Bersikap
optimis dan giat bekerja Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya.
Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu
tidak
datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang
yang beriman
kepada Qa«±' dan Qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih
kebahagiaan dan keberhasilan itu. Perhatikan kembali Firman Allah Q.S.²li-Imr±n/3:159!
6. Selalu
tenang jiwanya Orang yang beriman kepada Qa«±' dan Qadar senantiasa tenang hidupnya, sebab
ia selalu senang atas apa yang ditentukan Allah Swt. kepadanya. Jika beruntung
atau berhasil, ia bersyukur
7.
Dengan beriman kepada Qa«±' dan Qadar, banyak hikmah yang amat
berharga bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia dan mempersiapkan
diri untuk kehidupan akhirat.
Comments
Post a Comment